karya ilmiah

SELEKSI BENIH DAN BIBIT DALAM PEMULIAAN TANAMAN KEHUTANAN

SELEKSI BENIH DAN BIBIT DALAM  PEMULIAAN TANAMAN KEHUTANAN

 

Marwa Prinando, Muthia Sri Rahayu, Oman Nurrahman, Sri Gosleana, Muhrina S Hasibuan, Nayunda Pradma W, Aditya  Wahyu Tri Asmoro,  R. Faid Abdul Manan

Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata

Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor

ditulis Oktober 2009

BAB I

PENDAHULUAN

 

1.1 Latar Belakang

Pemuliaan tanaman kehutanan memerlukan perencanaan yang matang agar diperoleh bibit yang berkualitas. Hal ini dikarenakan bibit yang akan ditanam di lapangan harus merupakan bibit yang rentan terhadap kondisi lingkungan dan tahan terhadap hama dan penyakit tanaman. Untuk memperoleh bibit yang berkualitas perlu dilakukan proses seleksi. Proses seleksi ini dapat dilakukan saat akan melakukan persemaian (seleksi benih) dan saat akan melakukan penanaman (seleksi bibit).

Seleksi benih perlu dilakukan karena benih merupakan alat perkembangbiakan tanaman yang utama, oleh karena itu kita perlu mengupayakan bagaimana agar benih ini tetap berkualitas, dalam arti jika disemai memberikan persen kecambah yang tinggi dan bila ditanam pada lahan yang bervariasi keadaanya bisa tumbuh baik sert  kematiannya kecil (anonim, 2009). Biji yang berkualitas baik harus berasal dari pohon yang mempunyai sifat genetik baik dan pada saat pengunduhan buahnya juga harus buah yang masak secara fisiologis, sehingga biji yang dihasilkan pun dapat terjamin mutunya. Biji-biji kehutanan sebagian besar terdapat di dalam buah, baik buah daging maupun buah polong seperti pada famili Fabaceae.

Sementara itu, seleksi bibit juga diperlukan untuk mengurangi tingkat kematian bibit di lapangan, sehingga bibit yang ditanam benar-benar merupakan bibit yang tahan terhadap kondisi lingkungan, hama dan penyakit. Dengan demikian tingkat keberhasilan penanaman akan lebih tinggi dibanding penanaman yang tanpa proses seleksi. Untuk itu diperlukan kajian mengenai proses seleksi benih dan bibit ini agar diperoleh pengetahuan mengenai teknik seleksi benih dan bibit yang tepat cara dan tepat guna dalam kegiatan pemuliaan tanaman kehutanan.

1.2 Tujuan

Tujuan dari penulisan ini adalah untuk menjelaskan teknik penyeleksian benih dan bibit dalam kegiatan  pemuliaan  tanaman kehutanan.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

 

2.1 Kegiatan Pemuliaan Tanaman Hutan

Menurut Peraturan menteri kehutanan nomor : P.10/Menhut-II/2007 tentang pembenihan tanaman hutan  dan pemuliaan tanaman hutan adalah rangkaian kegiatan untuk mempertahankan kemurnian jenis yang sudah ada dan/atau memperoleh sifat-sifat unggul tanaman hutan guna peningkatan produksi dan kualitas hasil, baik kayu maupun hasil lainnya.

Rangkaian kegiatan pemuliaan tanaman hutan ditentukan oleh teknik perbanyakan yang digunakan. Secara umum terdapat dua teknik perbanyakan yang banyak dijumpai, yakni teknik perbanyakan generatif dan teknik perbanyakan vegetatif. Secara teknis silvikultur perbanyakan generatif tanaman adalah perbanyakan dan bahan yang berasal dari biji. Dalam bidang kehutanan, perbanyakan secara generatif telah berkembang sejak ratusan tahun yang lalu, kemudian mengalami modifikasi dan penyempurnaan teknik. Secara umum, pengertian generatif adalah salah satu cara untuk memperbanyak tanaman dengan menggunakan biji hasil perkawinan antara bunga jantan dan betina. Dari biji inilah nantinya berkembang menjadi tanaman baru sebagai regenerasi pohon induknya. Biji yang dihasilkan tanaman hutan sangat bervariasi baik ukuran, bentuk maupun volume per-Kg-nya (Anonim, 2009).

Rangkaian teknik perbanyakan generatif yang dilakukan dalam kehutanan antara lain sebagai berikut:

1. Pengunduhan Buah/Biji

Biji yang sudah masak secara fisik dan fisiologis dipanen dengan cara dipanjat / diambil dengan galah. Pada beberapa jenis tertentu biji yang sudah masak dibiarkan jatuh dari pohonnya kemudian dikumpulkan dari lantai hutan.

2. Seleksi Buah/biji

Biji yang telah dipanen kemudian dipilih yang bernas, tidak kosong, sehat dan tidak diserang hama/penyakit. Cara pemisahannya dapat dilakukandengan perendaman dalam air, dimana biji yang terapung dibuang. Seleksi yang lain dapat dibedakan berdasarkan besar kecilnya biji maupun bentuknya

3. Penyimpanan Biji

Biji yang termasuk kategori biji ortodoks disimpan dalam suhu dan wadah tertentu untuk menjaga kelembaban udara dan kadar airnya. Biasanya biji dimasukkan ke dalam kantung plastik kemudian disimpan dalam lemari berpendingin (DCS= Dry Cool Storage). Dengan cara penyimpanan yang tepatdiharapkan kelembaban dan kadar air dalam biji dapat dipertahankan dalam waktu tertentu sampai biji tersebut ditabur.

4. Penaburan biji

Jenis biji rekalsitran yang tidak memerlukan waktu simpan yang lama segera disemaikan dalam bak tabur. Perlakuan pada tingkat persemaian yang perlu diperhatikan adalah kecukupan air, media yang sarang (porous), interisitas sinar matahani dan kelembaban udara.

5. Penyapihan

Dalam waktu tertentu biji yang tetah ditabur akan memuncutkan tunas tanaman. Setelah muncul daun muda yang sempurna segera pindahkan tanaman dan bak persemaian ke dalam polybag yang berisi campuran media tanah dan pupuk kompos. Tempatkan ke dalam areal persemaian yang memiliki intensitas cahaya matahari 50-75%, lakukan penyiraman secukupnya dan berikan pupuk dasar agar menunjang pertumbuhan tanaman.

6. Pemeliharaan dan Perawatan sampai dengan siap tanam

Tanaman dipelihara antara lain dengan pemberian pupuk, pembersihan dari gulma, penyemprotan dengan insektisida/fungisida ketika tanaman diserang hama/jamur dan pemeliharaan lainnya. Lama pemeliharaan ditingkat semai bervaniasi antara 4-6 bulan sampai siap tanam.

Dengan teknik perbanyakan secara generatif kadangkala bibit yang dihasilkan menyimpang dari sifat induknya. Hal ini akan menguntungkan jika perubahan sifat tersebut lebih baik atau setidaknya sama dengan induknya. namun jika yang terjadi sebaliknya, hal tersebut akan sangat merugikan. Penyimpangan yang terjadi salah satunya disebabkan adanya kawin silang diantara jenis tanaman itu sendiri. Tanaman yang dihasilkan dari teknik ini memilki beberapa kelebihan, antaralain umumnya tumbuh subur, mempunyai bentuk yang baik, sehat, kuat dan lebih tahan karena mempunyai akar tunggang yang jauh ke dalam (Zaedin, 1985).

Teknik perbanyakan vegetatif yaitu teknik perbanyakan tanaman dengan mengambil sebagian dari pohon induknya. Teknik ini dapat dilakukan dengan cara okulasi/tempelan, cangkok, menyusukan, menyambung, stek dan cara anakan. Okulasi/tempelan yaitu cara perbanyakan tumbuhan dengan memindahkan seiris kulit bermata tunas dari satu pohon ke tanaman lain yang sejenis (famili). Cangkok yaitu cara perbanyakan tanaman dengan membuat cabang berakar pada tempatnya, kemudian dipotong dan dipindahkan. Cara menyusukan dilakukan dengan mempersatukan kedua batang/cabang dari tanaman yang sejenis. Sedangkan menyambung dilakukan dengan memindahkan sepotong pucuk/ranting ke tanaman lain yang sejenis. Stek adalah cara perbanyakan tanaman dengan memotong-motong dari bagian tanaman batang/cabang, ranting/pucuk dan akar. Cara anakan dilakukan dengan memisahkan anak/tunas dari induknya.

 https://pagead2.googlesyndication.com/pagead/js/adsbygoogle.js

(adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({});

BAB III

METODOLOGI PENULISAN

3.1 Metode Penulisan

Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah metode deskriptif kualitatif. Metode deskriptif kualitatif adalah suatu metode yang digunakan untuk membuat gambaran secara sistematis mengenai fenomena yang dikaji secara asosiatif.

3.2 Teknik Penulisan

Data penulisan ini diperoleh dengan teknik studi pustaka (Library Research). Sumber kajian berasal dari buku-buku, jurnal dan sumber informasi lainnya baik yang relevan dengan permasalahan yang diangkat. Sumber kajian tersebut diperoleh dari media informasi baik cetak maupun elektronik.

3.3 Jenis dan Bentuk Data

Jenis dan bentuk data yang digunakan adalah data sekunder, yakni data yang diperoleh dari buku-buku yang berkaitan dengan permasalahan yang diangkat.

BAB IV

PEMBAHASAN

 

4.1 Seleksi (penggolongan) Benih

Penggolongan benih dapat dilakukan dengan menggunakan ayakan atau berbagai peralatan mesin sederhana. Penggolongan tersebut dilaksanakan berdasarkan pada sifat-sifat morfologi benih atau fisiologi benih seperti dimensi benih atau berat jenis benih.  Pemisahan benih berdasarkan warna melalui komputer merupakan penemuan baru. Cara-cara Pre-Vac dan IDS yang populer khususnya untuk jenis tanaman berdaun jarum. Pertama, memisahkan benih yang rusak karena mesin dari benih yang tidak rusak dengan memanfaatkan perbedaan tingkat penyerapan (uptake) air. Kedua, Pemisahan melalui inkubasi pengeringan (Incubation-Drying-Separation), yaitu memisahkan benih yang mati dengan memanfaatkan perbedaan tingkat pengeringan benih (Anonim, 2009).

Pada Pseudotsuga menziesii terdapat perbedaan yang besar dalam berat rata-rata benih diantara 18 famili pohon (families); pengaruh dari pohon induk tidak dapat dipisahkan dari lingkungan setempat.  Hal ini menunjukkan adanya suatu pengaruh lingkungan yang kuat dengan mengenyampingkan pengaruh induk.  Benih setiap pohon dari 18 famili pohon tersebut digolong-golongkan.   Pada waktu pecahan yang paling kecil dibuang maka hampir 90% dari pohon (families) itu terpengaruh.  Tiga diantaranya kehilangan 50% benih dan yang tiga lainnya kehilangan lebih dari 90%.  Yang paling penting , dua dari pohon-pohon tersebut yang paling rusak juga termasuk lima besar untuk ketinggian keturunan yang berumur 10 tahun (for 10-year progeny height) di lapangan.  Hubungan antara ukuran benih dengan ketinggian keturunan yang berumur 10 tahun (10-year progeny height) atau diameter rendah, 0-0.1.  Penggolongan pada populasi benih (seed lot) tersebut akan mengalami akibat yang serius untuk mutu genetik.

Chaisurishi dan kawan-kawan (1992) menemukan klon Picea sitchesis sebagai hasil pengklonan (cloning) ukuran benih, dengan kemampuan untuk diturunkan hanya 0.4.  Di lain pihak mereka menemukan bahwa famili benih berbeda kebutuhannya untuk tindakan perlakuan awal (pre-treatment) yang menunjukkan perbedaan klon (clonal) dalam dormansi  benih.  Suatu pengaruh induk yang kuat terhadap sifat benih.

Kemungkinannya untuk membuang seluruh famili pohon selama penggolongan tidak berarti bahwa penggolongan itu tidak perlu dilakukan. Penggolongan harus dilakukan berdasarkan keluarga. Tidak adanya penggolongan tidak menjamin bahwa perubahan tidak akan terjadi di hari kemudian.  Misalnya, sebuah biji kecil menghasilkan semai/anakan yang kecil.  Embryo pinus Skotlandia (Pinus sylvestris) yang berasal dari benih yang berat ternyata lebih heterozygous dari pada embrio dari benih yang ringan dan bahkan memiliki sedikit kelebihan heterozygote. Sementara benih yang ringan memiliki kelebihan homozygote. Menghilangkan homozygote dari populasi benih (seed lots) tersebut akan dapat memperbaiki keadaan benih dan meningkatkan keragaman.

4.2 Seleksi Bibit

Bibit-bibit yang dihasilkan dari teknik-teknik perbanyakan generatif dan generatif memilki sifat-sifat yang berbeda.Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan pemilihan tanaman adalah pertumbuhan batang, cabang dan daunnya. Selain itu perlu diperhatikan juga penampakan luarnya, seperti adanya gejala serangan hama dan penyakit, bentuk batang dan cabang serta tinggi pohon yang sesuai dengan umurnya (Setiyawan, 1993).

Sementara itu, menurut Irwanto (2007)kegiatan seleksi bibit merupakan kegiatan yang dilakukan sebelum bibit dimutasikan kelapangan, maksudnya yaitu mengelompokan bibit yang baik dari bibit yang kurang baik pertumbuhannya. Bibit yang baik merupakan prioritas pertama yang bisa dimutasikan kelapangan untuk ditanam sedangkan bibit yang kurang baik pertumbuhannya dilakukan pemeliharaan yang lebih intensif guna memacu pertumbuhan bibit sehingga diharapkan pada saat waktu tanam tiba kondisi bibit mempunyai kualitas yang merata.

4.3 Peranan bioteknologi tanaman dalam seleksi bibit

Untuk mengatasi masalah dalam seleksi bibit unggul pada tanaman yang sukar diperbanyak secara vegetatif (cangkok, stek, okulasi), khususnya dalam masalah kandungan fenolat yang tinggi, tanaman diperbanyak terlebih dahulu melalui teknik embriogenesis sebagai salah satu usaha dalam bioteknologi. Selanjutnya tanaman yang dihasilkan dengan proses ini akan diseleksi di lapangan untuk tujuan pemuliaan.

Embriogenesis dimulai dengan pembelahan gel yang tidak seimbang (kalus). Kalus biasanya terbentuk setelah eksplan dikulturkan dalam media yang mengandung auksin. Banyak faktor yang mempengaruhi embriogenesis antara lain auksin eksogen, sumber eksplan, komposisi nitrogen yang ditambahkan dalam media dan karbohidrat (sukrosa). Selanjutnya gel membelah terus hingga memasuki tahap globular. Pada saat tersebut sel aktif membelah kesegala arah dan membentuk lapisan terluar yang akan menjadi protoderm (bakal epidermis), kelompok sel yang merupakan prekursor jaringan dasar dan jaringan pembuluhpun mulai terbentuk. Pembelahan kesegala arah tersebut terhenti ketika pembentukan primordia kotiledon, pada saat embrio matang sudah autotrof. Embrio yang matang akan berkecambah dan tumbuh menjadi tumbuhan yang baru pada kondisi yang cocok (Bajaj, 1994). Proses pembentukan dan perkembangan embrio (embriogenesis) menentukan pola pertumbuhan, yaitu meristem pucuk ke atas, meristem akar ke bawah, dan pola-pola dasar jaringan lainnya berkembang pada ‘axis’ pucuk -akar ini, namun pada tiap tumbuhan terdapat variasi pada proses embriogenesis.

Selanjutnya proses embriogenesis adalah bagian dari metode kultur jaringan untuk memperoleh bibit yang banyak dan bebas virus. Planlet yang dihasilkan pada mulanya beragam. Selanjutnya tanaman akan ditanam di lapangan dan diadakan seleksi sesuai dengan metode pemuliaan berkali-kali sehingga diperoleh tanaman-tanaman yang unggul. Tanaman inilah yang digunakan sebagai sumber eksplan yang bisa diperbanyak dengan berbagai cara dilaboratorium kultur jaringan sehingga didapat bibit dalam jumlah banyak dan seragam. Metode yang digunakan antara lain menginduksi tunas majemuk dan sub kultur. Jika sudah diperoleh sumber eksplan yang unggul dan media yang sesuai maka prosesnya akan berlangsung dalam waktu yang singkat dengan penambahan hormon tumbuh dalam konsentrasi rendah.

Jika menggunakan prinsip-prinsip bioteknologi sebagai dasar pemuliaan tanaman akan diperoleh keuntungan pemangkasan waktu dan menghasilkan bibit-bibit unggul bebas virus dalam jumlah banyak melalui metoda kultur jaringan.

4.4 Penyeleksian Bibit Berdasarkan Hama dan Penyakit

Beberapa jenis Gejala atau Tanda Serangan hama dan pada bibit adalah sebagai berikut :

1. Penyakit Mati Pucuk (Die Back) oleh jamur Phoma sp pada Jati

Gejalanya yaitu pucuk utama tanaman jati (terutama pada musim penghujan) kadangkala gagal untuk tumbuh dan bersemi. Pada pucuk tersebut lapisan jamur berwarna hitam disertai kerusakan fisik akibat serangga bertipe alat mulut penggeek pengisap. Jaringan pucuk yang diserang serangga ini menjadi kering, rapuh dan busuk (terlihat pada musim kemarau). Pucuk tanaman jati yang lain dari tanaman yang diserang tetap dapat bersemi dan berkembang secara normal, namun pertumbuhan tanaman jati tersebut tidak lurus. Akibat serangan mati pucuk, pertambahan tanaman menjadi tidak lurus dan kualitas pertumbuhannya pun menurun.

2. Penyakit Kanker Batang oleh jamur Diplodia pinea pada Pinus

Infeksi awal kanker batang biasanya terjadi pada batang yang masih hijau, terutama pada pangkal percabangan dekat daun jarum. Infeksi pathogen menyebabkan bercak-bercak pada batang yang bentuknya tidak teratur yang mengluarkan eksudat berupa resin. Daun-daun jarum yang berdekatan dengan lokasi infeksi terlihat menguning dan akhirnya kering (berwarna cokelat). Pada pohon yang telah dewasa, infeksi biasanya dimuali disekeliling kerucut tajuk, kemudian berkembang beberapa meter ke atas dan mencapai cabang. Infeksi disekeliling cabang

3. Penyakit Akar Merah oleh Jamur Ganoderma pseudoffereum pada Sengon

Gejalanya dapat dilihat pada tajuk atau pada akar. Penyakit akar merah yang menyerang tajuk mengakibatkan daun-daun yang menguning, kering, dan akhirnya rontok. Sedangkan penyakit akar merah yang menyerang akar terlihat adanya selaput miselium berwarna merah bata dilekati oleh butir-butir tanah. Miselium yang baru saja tumbuh umumnya berwarna putih, krem dan merah yang khas hanya terjadi bila miselium menjadi tua. Pada tingkatan serangan lebih, jamur membentuk badan buah (basidiokarp) pada pangkal batang, bahkan dapat pula merabat sampai ke bagian atas batang pohon. Selain yang telah tersebut di atas penyakit lain yang dapat dijumpai dari berbagai jenis tanaman kehutanan diantaranya:

  1. 4. Penyakit Tumor Batang oleh Nectria sp. dan Cytospora sp pada Ampupu

Gejala serangan penyakit tumor batang berupa luka atau kematian (nekrotik) pada kulit batang yang terjadi secara lokal. Jaringan yang masih hidup yang terdapat di pinggir kanker akan menebal sehingga seakan-akan bagian yang sakit tenggelam dan terletak lebih rendah daripada bagian di sekelilingnya, gejala serangan lebih lanjut adalah terjadinya pembengkakan batang sehingga kulit batang pecah-pecah arah membujur. Demikian pula bagian kambiumnya dan bagian kayunya ikut pecah. Tumor batang sering berasal dari luka pada kulit batang atau mulai pada bekas patahan cabang yang mati yang kemudian menyebar kesekelilingnya. Pohon dapat hidup terus dan menahan meluasnya kanker dengan jalan membentuk kalus di sekitar kanker. Tetapi bila kanker berkembang lebih cepat dari pada pembentukan jaringan pertahanan, maka tidak akan ada kalus yang terbentuk hingga kanker akna meluas dengan cepat dan menyerang kalus yang baru terbentuk.

  1. 5. Penyakit Busuk Hati (Heart Rot) oleh jamur Phellinus sp. dan P. Npxius pada Akasia

Gejala serangan penyakit ini dapat dibagi dalam enam tingakatan, yaitu busuk kantung (pocket rot), dimana pada potongan melintang batang terlihat kayu teras yang berwarna merah jambu (pink) seperti bunga karang yang terlihat di dalam kantung. Kedua yaitu busuk balok (blocky rot), bagian dalam kayu berwarna cokelat pucak samapai putih, jaringan kayu mudah runtuh, dan pecah apabila dipotong dengan pisau. Ketiga yaitu busuk serabut (stringy rot), bagian dalam kayu berwarna putih pucat, kuning sampai putih, berserat, dan pecah sepanjang tepinya. Keempat yaitu busuk bunga karang (spongy rot), dimana bagian hati kayu berwarna kunging sampai putih, berbentuk bunga karang, kering, da pecah menjadi serpihan-serpihan kecil. Kelima yaitu busuk berair (wateru rot), bagian hati kayu berwarna cokelat sangat basah, berserat seperti spon dan berbau busuk. Keenam yaitu hollow (kosong), dimana terdapat lubang-ubang kosong dengan tanda pembususkan. Gejala tingakt empat samai dengan 6 merupakan stadium lanjut dari penyakit busuk hati. Gejala akan berkembang, sejalan dengan bertambahnya umur tanaman.

  1. 6. Penyakit Busuk Kulit oleh jamur Pythophtora palmivora pada Akasia

Gejala penyakit busuk kulit berupa cairan berwarna hitam yang berbau busuk pada kulit batang. Cairan ini menjadi kering pada musim kemarau dan menjadi basah berlendiri pada musim penghujan. Kulit batang yang sehat dan yang terkena cairan hitam memiliki batas yang jelas. Batas tersebut semula tebal karena adanya cairan hitam yang mengendap (susut) dan menjadi lunka. Bila kulit yang berwarna hitam dikupas, warna kayunya lebih gelap dibandingkan denganwarna kayu dibawah kayu yang sehat. Kulit kayu yang terserang berat akan berwarna cokelat merah baunya menjadi lebih tajam (bau khas legum hilang). Cairan hitam menyebar atau bahkan menyelimuti batang dan berkembang ke bawah mulai dari pangkal penyebaran, baikpada batang ganda (multi stem) maupun batang tunggal (single stem).

7.  Penyakit Kutil Daun oleh Eriophyoes sp pada Kayu Putih

Gejala serangan yaitu dengan terbentuknya kutil berwarna kunign muda pada permukaan atas daun. Kutil daun tersebut berkembang membentuk kutil berukuran besar. Perkembangan kutil daun dapat terjadi secara sendiri atau mengelompok menjadi satu. Kutil pada daun yang telah tua relatif tidak mengganggu, namun pada daun yang masih muda dan belum berkembang sempurna dapat menggangu pertumbuhan daun. Serangan penyakit kutil daun dapat megakibatkan sel-sel daun mengalami degenerasi bahkan kerusakan..

4.4 Teknik Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tanaman Kehutanan

Teknik pencegahan dan pengendalian penyakit tanaman kehutanan berbeda untuk setiap jenis tanaman dan penyakit atau gejala yang ditimbulkan. Teknik pencegahan dan pengendalian tanaman kehutanan berdasarkan jenis tanaman dan penyakitnya adalah sebagai berikut:

  1. 1. Penyakit Mati Pucuk (Die Back) oleh jamur Phoma sp. pada Jati

Gejala mati pucuk terlihat jelas pada musim hujan, maka pada awal musim hujan pucuk-pucuk yang menunjukkan gejala serangan penyakit harus dipotong untuk menghilangkan sumber inokulum disertai dengan pemupukkan untuk memacu pertumbuhan tanaman.

Pada musim hujan perlu dilakukan pemangkasan terhadap tanaman pelindung untuk mengurang kelembapan, sedangkan pada musim kemarau, pemangkasan terhadap tanaman pelindung tidak perlu dilakukan atau hanya dilakukan pemangkasan ringan saja agar kelembapan lingkungan tetap terjamin. Tanaman jati yang menunjukkan gejala mati pucuk harus diberi tanda dan diprioritaskan untuk ditebang pada saat penjarangan tanaman.

  1. 2. Penyakit Kanker Batang oleh jamur Diplodia pinea pada Pinus

Melakukan monitoring sambil melakukan pekerjaan thinning atau pemangkasan tajuk secara teratur, terutama tajuk-tajuk yang kering dan menunjukkan gejala penyakit kanker batang untk menghilangkan dan mengurangi jumlah inokulum. Pohon-pohon pinus yang menunjukkan gejala terserang penyakit kanker batang harus segera diberi pupuk untuk meningkatkan kesehatan tanaman.

  1. 3. Penyakit Akar Merah oleh jamur Ganoderma pseudoffereum pada Sengon

Hal yang lebih khusus pada tanaman sengon yaitu kecenderungan timbulnya jamur akar merah pada tanaman tua di atas umur 7 tahun. Oleh karena itu, untuk menghindarkan tanaman dari kerusakan yang lebih parah sebaiknya dilakukan pemanenan (penebangan) segera setelah pohon masuk tebang.

  1. 4. Penyakit Tumor Batang oleh Nectria sp. dan Cytospora sp pada Ampupu

Sebelum penanaman perlu dilakukan kajian kecocokan lahan dan jenis yang akan ditanaman. Jarak tanaman harus dibuat sedemikian rupa sehingga kelembapan pertanaman tidak tinggi. Perawatan monitoring yang terus-menerus perlu dilakukan, terutama di daerah yang rawan terhadap penyakit kanker. Apabila dalam satu lokasi telah ditemukan beberapa pohon yang menunjukan gejala kanker batang, hendaknya pohon-pohon tersebut segera ditebang dan disingkirkan untuk mencegah meluasnya penyakit. Apabila dalam satu rotasi tanam telah ditemukan banyak pohon yang menderita kanker batang, maka pada rotasi berikutnya hendaknya tidak dilakukan penanaman dengan jenis tersebut.

  1. 5. Penyakit Busuk Hati (Heart Rot) oleh jamur Phellinus sp. dan P. Npxius pada Akasia

Pemilihan jenis yang sesuai dengan tempat tumbuh (site) merupakan faktor yang sangat penting untuk mencegah terjadinya penyakit busuk hati secara meluas. Seleksi benih dari induk yang berkualitas dan berpenampilan bagus (pohon plus) dapat mengurangi terjadinya serangan penyakit busuk hati. Apabila dalam suatu areal telah terjadi epidemi penyakit busuk hati, maka rotasi harus diganti dengan jenis lain yang tahan terhadap serangan jamur.

  1. 6. Penyakit Busuk Kulit oleh jamur Pythophtora palmivora pada Akasia

Karena penyakit sangat didukung oleh kondisi yang lembab dan gelap serta adanya pelukaan dan percabangan, maka salah satu cara pengendaliannya adalah dengan pemangkasan cabang (pruning) untuk memberikan suasana terang dan mengurangi kelembapan pada area pertanaman. Pemakaian fungisida untuk melumas kulit tidak dianjurkan karena tingkat efektifitasnya masih diragukan dan secara ekonomis mahal.

  1. 7. Penyakit Kutil Daun oleh Eriophyoes sp. pada Kayu Putih

Langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam pencegahan dan pengendalian penyakit ini adalah sebagai berikut :

  1. Melakukan sanitasi dan eradikasi bersamaan dengan waktu pemangkasan tanaman.
  2. Melakukan monitoring secara cermat agar intensitas eranga tetap dibawah ambang ekonomi.
  3. Menggunakan bibit tanaman kayu putih yang relaif tahan terhadap penyakit kutil daun sehingga serangan tungau tidak mengakibatkan berkurangnya jumlah dan kualitas minyak kayu putih yang dihasilkan.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Bertitik tolak dari pembahasan di atas, dapat diperoleh beberapa kesimpulan, yakni :

  1. Seleksi benih atau penggolongan benih dapat dilakukan dengan menggunakan ayakan atau berbagai peralatan mesin sederhana. Hal ini  dilaksanakan berdasarkan pada sifat-sifat morfologi benih atau fisiologi benih seperti dimensi benih atau berat jenis benih
  2. Biteknologi dapat berperan dalam prosese penyeleksian bibit, terutama untuk penyeleksian bibit unggul pada tanaman kehutanan, yakni dengan menggunakan teknik kultur jaringan.
  3. Seleksi bibit dapat dilakukan dengan mengidentifikasi penyakit yang ada pada suatu tanaman yang akan di tanam di lapangan.

5.2 Saran

1. diperlukan kajian lebih lanjut mengenai metode yang tepat dalam penyeleksian benih dan bibit,  guna mendapatkan hasil yang maksimal.

2. Penyeleksian benih dan bibit sebaiknya menggunakan teknologi mutakhir agar diperoleh benih dan bibit yang berkualitas.

DAFTAR PUSTAKA

[Anonim].2009. Pengadaan Benih. www.emisa.ugm.ac.id/benih.pdf. [12 Oktober 2009].

_______. 2009. Teknik Pengunduhan dan Pemanjatan.www.google.co.id/benih.pdf.  [12  Oktober 2009].

Bajaj YPS 1994. Somatic Hybridization in Crop Improvement SpriagVerlag. New York : New York Press.

Irwanto. 2007. Budidaya Tanaman Kehutanan. http://www.google.co.id/seleksi bibit.pdf. [ 17 November 2009].

Setiawan AI. 1993. Pehgijauan Dengan Tanaman Potensial. Jakarta : Penebar Swadaya.

Zaedin O. 1987. Membuat dan Melipatgandakan Bibit Pohon Buah-buahan. Jakarta: PT Intermassa.

Satu tanggapan untuk “SELEKSI BENIH DAN BIBIT DALAM PEMULIAAN TANAMAN KEHUTANAN”

Tinggalkan Balasan ke santi Batalkan balasan